bilik BINTANG, yang sedang dan akan terus kejar kejora, terangi semesta
bilik BINTANG, tempat bermimpi, berkeluh, bercermin, bercerita
bilik BINTANG, untuk DUNIA...


Friday, November 07, 2003

Punya cita-cita jadi Ketua RT? Gue sih nggak. Kalo misalnya ditawarin untuk terlibat dalam kepengurusan RT, ato nggak misalnya dalam rapat penentuan pengurus RT lah, gue bakal tunjuk tangan buat jadi Pembina Karang Taruna (tetep... pengen jadi berondong seumur hidup). Walaupun gue menyerahkan jabatan itu ama orang laen, tapi bukan berarti gue nerima sapa aja, tetepp milih2. Karena nggak setiap orang bisa jadi Pak RT (iyalahhh...).

Kalau misalnya RT tempat gue tinggal pas gede nanti nggak beda jauh suasananya ama RT 06 RW 05 tempat gue dibesarkan (I hope so, would be great if it's better), gue pengen Pak RT yang....

pertama, punya WIBAWA. Yang wibawanya sejuta deh pokoknya. Nggak perlu aura selebritis lah...cukup wibawa ketua RT. Kayak di RT rumah gue, walaupun telah terjadi beberapa kali suksesi ketua RT, tetep masih ada beberapa mantan ketua RT, yang gue pengen panggil Pak RT setiap ketemu. Berarti itu menandakan, bahwa udara di sekitar beliau-beliau itu laksana berucap "Panggil aku, Pak RT, wahai anakku...". Ini nggak dipunyain setiap orang. Tapi sebenernya, ini bukan alasan yang solid. Mungkin aja ini semua disebabkan oleh KEBIASAAN. Soalnya gue sampe sekarang belom pernah menjumpai orang yang belom pernah jadi ketua RT memancarkan aura seperti yang di atas. Jadi, ya sudahlah... nggak usah dibahas panjang2....ehm

kedua, berdarah jawa atau setidaknya memahami filsafat Jawa. Pertama2, sebelom menghujat gue SARA ato apalah, gue cuma mengingatkan kalo ini semua dibuat berdasarkan imajiku, yang lahir karena lingkungan kecilku yang banyak berisi wong jowo. Tapi, sekali lagi no hard feeling dengan suku2 lainnya, yang gue tahu, di budaya Jawa itu ada yang namanya tepa selira. Like Japanese, they tend not to express what they really feel to the surface. And in a way, this could be good to maintain harmony in the RT, although it's not perfectly right. Jadi misalnya Pak RT ini melihat sesuatu yang warga yang nggak beres, kalo dia seorang Jawa tulen yang genah, dia bakal melakukan pendekatan yang persuasif, jadi nggak memprovokasikan warga laen untuk menghujat dan menyiksa si tersangka. Tapi lagi, gue pengen matahin pendapat gue sendiri. Sebenernya ini semua tergantung ama sifat seorang manusia. Mau Jawa totok kek, kalo gahar, ya gahar aja... jadinya kayaknya syarat kedua pun kerasa ga pent....

ketiga, kalo bisa yang udah lama tinggal di situ. Ini kayaknya alesan yang bagus banget dan nggak bisa gue patahin. Iyalah...mo jadi apa RTnya kalo ketuanya nggak tahu keadaan RT yang dia pimpin. Tapi bisa aja, orang baru jadi RT, kalo dia sangat berambisi jadi ketua RT di lingkuangan barunya, terus dia orator ulung yang dengan mudah meyakinkan warganya, ato kalo nggak punya kemampuan hipnotis sehingga warga menyetujui penunjukannya jadi ketua RT di rapat RT. Hey, it's a crazy world we're living in!! Nothing's impossible. Dan lagi merasa syarat ketiga nggak begitu pppennn.....

Udah deh, kuputuskan untuk berenti mikirin syarat2 Pak RT ideal yang tangible, maksud gue bukan syarat2 yang abstrak banget, kayak bersih hatinya, adil, blablabla. All we have to do is, nilai kandidat Pak RT seobjektif mungkin, avoid judging book by its cover, terus berdo'a sama Allah minta Pak RT yang terbaik untuk RT kita.. Hey, that sounds grrreaattt...

Enough sama Ketua RT. Sekarang mikirin syarat2 Ibu Pembina Karang Taruna ideal. Mmmm...pertama-tama......

PS : To those distracted by my use of non-Politically Correct (PC) terms, I hope that you will accept my sincere apology. It's not that I did those on purpose, but I was just too lazy to look over and correct all the mistakes I committed. I did correct the first sentence, though. Instead of Ketua RT, I wrote Pak RT there initially. Hope it will be adequate to reveal my benevolent intention.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home