bilik BINTANG, yang sedang dan akan terus kejar kejora, terangi semesta
bilik BINTANG, tempat bermimpi, berkeluh, bercermin, bercerita
bilik BINTANG, untuk DUNIA...


Monday, March 15, 2004


Rasanya seperti ada yang memegangi kepala saya lalu menggoncangnya, untuk mengingatkan kalo saya ini sebenarnya suka kekerasan. Terlintas kembali di kepala, bagaimana saya waktu SD melempar ikan kolam di halaman dengan dalih mengajarkan akrobat atau membenturkan kepala adik saya saat bertengkar hingga pembantu di rumah pun menangis melihat kekejaman itu. Saya memang kejam terhadap yang lemah, dulu. Mmm..mungkin masih, tapi karena sekarang kondisi berbalik, di mana saya dalam lebih banyak berada dalam posisi inferior, pribadi saya yang kejam jarang sekali muncul ke permukaan.

Sebagai pelampiasannya, mungkin, saya sangat menikmati film seperti DOGVILLE ini. Film ketiga dari sutradara jenius dan eksentrik Lars Von Trier, yang sebelumnya mandi pujian dan cemooh lewat Dancer in the Dark ini benar-benar berhasil membuat tulang leher yang seharusnya bisa berputar 180 derajat jadi tak bergerak. Dan lagi-lagi Nicole Kidman berhasil memuaskan mata saya dengan akting yang outstanding, needless to say her heavenly beauty.

177 menit sama sekali tidak terasa panjang dan sungguh saya merasa beruntung bisa menyaksikan film ini di bioskop NOMATly. Film yang berkisah tentang kisah sebuah desa yang kehidupannya berubah setelah kedatangan seoarang gadis misterius ini, ceritanya sendiri sebenernya tidak terlalu sulit untuk diikuti, meski kalau pada saat menonton film ini anda sedang suka berpikir, mungkin anda akan berlarut memikirkan moral yang ingin disampaikan semalam, dua malam. Yang membuat saya takjub adalah sense Von Trier dalam memilih setting. Brilian dan tidak murahan. Seperti menonton sebuah teater yang dilayarperakkan.

Aktor dan aktris yang turut bermain pun sepertinya dicocok hidungnya oleh sang sutradara yang perfeksionis ini, sampai-sampai salah seorang aktor bilang bahwa dia tak akan mau bermain di film Von Trier lagi. Tampaknya tuntutan sang sutradara benar-benar membuat mereka stress, hingga hal itu terpancar di wajah mereka di film, yang tetapi pada akhirnya memberi nilai tambah pada performa mereka.

Terlepas dari moral yang standar, bahwa manusia itu makhluk yang serakah dan egois, film ini sangat sempurna untuk menandai come back saya ke bioskop setelah absen kurang lebih 2 bulan. Dan, membuat saya tak sabar ingin segera menyaksikan ELEPHANT, yang juga bakal bermandikan kekerasan. Oh ya, sebagai tambahan, walaupun suka film-film seperti ini, saya tidak tertarik dengan film-film action dan super hero yang juga penuh violence, entah kenapa. Somewhat superficial they may be. And one last thing, finally I figured out my SM-tendency stuff. I'm definitely soo S!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home