bilik BINTANG, yang sedang dan akan terus kejar kejora, terangi semesta
bilik BINTANG, tempat bermimpi, berkeluh, bercermin, bercerita
bilik BINTANG, untuk DUNIA...


Sunday, May 16, 2004

fik

Siapa kamu?

Fik. Begitu teman, guru, dan orang yang mengenalku memanggilku. Simpel bukan? Sama seperti jalan hidupku yang kubuat sesederhana mungkin. "Jangan turuti birahi yang menggodamu untuk berpikir bak seorang filosof!", itu yang selalu kubilang pada teman-temanku yang terlihat tolol karena menderita akibat masalah sepele. Tidak laki-laki, tidak perempuan, mereka datang padaku, melenguh, mengeluh.

Dia suka ama aku nggak ya?
Dasar pelacur, nggak tau diuntung! Udah disayang, malah selingkuh!
Mantanku ngajak aku balik nih, padahal aku sekarang kan udah pacaran lagi!

SAMPAH!

Kalau ingin tahu dia suka apa tidak, ya tanya.
Kalau dikhianati, balas selingkuhlah, tamparlah. Banyak cara untuk menyakiti, Bung.
Kalau merasa masih suka, putus dan balik. Kalau tidak, tolak.

MUAK!

Mereka datang padaku hanya untuk mendengar serentetan kata-kata tersederhana yang sangat masuk akal. Orang-orang bodoh yang memaksa berpikir dengan otak mereka yang sayangnya juga bodoh. Mungkin hanya untuk satu alasan, biar tak mubazir.

Siapa kamu?

Fik. Begitu kekasihku, Ben, memanggilku. Ben terkasih, yang menenggelamkanku dalam samudera sayangnya. Ben pemujaku, yang melepuhkanku dengan bara pujiannya. Ben yang kucinta. Hubunganku dengannya memasuki tahun ketiga bulan depan. Mesra. Langgeng. Panas.

IDEAL.

Mungkin karena itu, orang-orang datang kepadaku untuk mengkonsultasikan asmara mereka. Aku sih tidak merasa terganggu. Bila mereka puas dengan solusiku, ya syukur. Dan tampaknya, kian hari kian banyak yang datang padaku. Mungkin sudah seharusnya aku menulis sebuah kolom tentang cinta di majalah. Hmm...GADIS? Terlalu hijau. Oh ya, COSMOPOLITAN mungkin.

Siapa kamu?

Fik. Begitu juga sundal itu memanggilku. Cinta, menafikan doa orang tuanya, karena dia buat semua orang membencinya. Sebenarnya dulu, dia sahabatku. Tapi, suatu ketika, dia berusaha menciumku. Hah, ternyata dia seorang lesbian. Langsung kutampar mukanya, kutendang dadanya.

JIJIK.

Esoknya, kutampar hidupnya, kutendang namanya. Pantas untuk orang yang berusaha menjerumuskan sahabatnya ke dunia nista. Aku puas. Balasan wajar untuk kotoran dunia seperti dia. Dia sekarang? Tak tahu dan tak mau tahu. Terbaring di kakus yang memuakkan di sebuah rumah sakit jiwa sambil meneriakkan namaku? Sepertinya pernah dengar dari seseorang.

Eh, ngomong-ngomong, siapa kamu? Ingin konsultasi juga?

Iya. Sebenarnya aku sudah tidak tahan dengan kekasihku sekarang. Tapi aku tidak bisa lepas darinya. Tidak mau berusaha? Tidak bisa? Tolong aku.

BINGUNG.

Sebenarnya dia selalu menyakitiku, memerasku, memperkosaku. Tapi dia begitu pandai bertingkah seolah cinta mati padaku di depan khalayak. Pintar menyembunyikan borok dan bau busuk hubungan ini. Yah, dia beruntung menemukan aku. Cantik, kaya, terpandang, taat. Lesbian yang bertingkah selayak seorang homophobi. Yang membohongi dirinya dan dunia. Yang melukai dirinya dengan melukai cinta sejatinya. Yang pintar berakting, menyihir orang agar cinta. Yang sebenarnya menderita, menyumpahi nasibnya yang lara. Yang tidak bisa hidup jujur, menyambung nafas dengan puji puja orang-orang yang tak tahu apa-apa.

TOLONG AKU!

Aku terpuruk, remuk. Tolong aku...

Siapa kamu sebenarnya? Siapa kamu?!?

Maaf, aku lupa perkenalkan diri. Aku Kamu.

PEMBOHONG!

Pergi...!!!!

Aku Kamu, Fik...

Bangsat! Pergiii!!!! Jangan ganggu aku!!! Pergiiiii!!! PERGIIIIIIIIIIIIIII!!!

Terdengar gegap langkah tergesa dari dapur. Terdema berondongan gedoran pintu kamar. Terdengar teriak cemas Bunda dari sana.

"Fik...Kamu nggak papa kan? Fik...Munafik..."

0 Comments:

Post a Comment

<< Home